Peran Umat Islam Dalam Kemerdekaan Bangsa Indonesia

Kini bangsa Indonesia sudah memasuki usia ke-76 tahun merdeka sejak Bapak Proklamator Ir Soerkarno membacakan teks proklamasi pada 17 Agustus tahun 1945 silam sebagai pertanda berakhirnya penjajahan di bumi pertiwi.

Upaya untuk mencapai puncak kemerdekaan Indonesia tidak muncul begitu saja. Namun melalui berbagai proses perjuangan panjang para pahlawan yang telah mendahului kita.

Sebenarnya perjuangan umat Islam dalam melawan penjajahan kolonial Portugis, Belanda, dan Inggris dimulai dari masa kerajaan. Kemudian dilanjutkan oleh perjuangan rakyat semesta yang sebagian besar dipimpin oleh para ulama.

kemerdekaan bangsa indonesia

Jadi, perjuangan ini sudah dirintis sejak munculnya perlawanan kerajaan-kerajaan Islam. Kemudian diteruskan dengan beragam pergerakan sosial di daerah-daerah, yaitu perlawanan rakyat terhadap kolonial / penjajahan dan para agen-agennya, sampai dengan munculnya kesadaran bernegara yang merdeka.

Dalam perjuangan melawan penjajahan di nusantara, khususnya Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim, peranan ajaran Islam memiliki arti yang sangat penting dan tidak dapat dihapuskan dalam panggung sejarah Indonesia.

Ajaran Islam Untuk Melawan Penjajahan

Ajaran Islam yang dianut oleh sebagaian besar masyarakat Indonesia memberikan kontribusi yang sangat besar, serta dorongan semangat juga sikap mental dalam memperjuangkan kemerdekaan. Tertanamnya "ruhul Islam" yang di dalamnya memuat:

Pertama, jihad fi sabilillah, telah memperkukuh semangat rakyat untuk berjuang melawan penjajah. Dengan semangat jihad, umat akan melawan penjajah yang dholim, termasuk perang suci, apabila wafat menjadi syahid, imbalannya surga.

Kedua, ijin berperang dari Allah Ta'ala sebagaimana dalam Al Quran surat Al Hajj ayat 39 yang artinya: "Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya dan ditindas."

Ketiga, kalimat yang dapat menggerakkan rakyat, yakni kalimat "takbir" Allahu Akbar, selalu berkumandang pada era perjuangan umat Islam di Indonesia.

Keempat, "hubbul wathon minal iman", cinta tanah air sebagian dari iman, menjadikan semangat partiotik bagi umat Islam dalam melawan penjajahan.

Pada kesimpulannya, dr. Douwwes Dekker (Setyabudi Danudirdja) menyatakan bahwa "Apabila tidak ada semangat Islam di Indonesia, sudah lama kebangsaan yang sebenarnya lenyap dari Indonesia" (dalam Aboebakar Atjeh: 1957, hlm.729).

Dengan demikian, ajaran Islam yang sudah merakyat di Indonesia ini memiliki peran yang sangat penting, berjasa, dan tidak dapat diabaikan dalam perjuangan di Indonesia.

Peranan Umat Islam

Umat Islam Indonesia punya peranan yang menentukan dalam dinamika perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan. Perjuangan ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian.

Perjuangan kerajaan-kerajaan Islam melawan kolonial

Dimulai sejak awal masuknya bangsa Barat dengan pendekatan kekuatan yang represif (bersenjata), maka dilawan oleh karajaan-kerajaan Islam di kawasan nusantara.

Perjuangan ini antara lain, Malaka melawan serangan Portugis (1511) diteruskan oleh Ternate di Maluku (Portugis berhasil dihalau sampai Timor Timur). Kemudian Makassar melawan serangan Belanda (VOC), Banten melawan serangan Belanda (VOC), dan Mataram Islam juga melawan pusat kekuasaan Belanda di Batavia (1628-1629) serta masih banyak lagi.

Mereka gigih dan Belanda pun kalangkabut. Namun setelah ada politik "Devide et Impera" (pecah belah), satu persatu kerajaan ini dapat dikuasai.

Meskipun demikian, semangat rakyat tidak pudar melawan penjajahan kolonial. Maka selanjutnya perjuangan melawan penjajahan diteruskan oleh rakyat yang dipimpin ulama.

Perjuangan rakyat dipimpin oleh para ulama

Setelah kaum kolonial berhasil menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia, namun umat Islam bersama para ulamanya tidak berhenti melawan penjajahan. Muncullah era gerakan sosial merata di seluruh pelosok tanah air.

Ulama sebagai elite agama Islam memimpin umat melawan penindasan kedholiman penjajah. Sejak dari Aceh muncul perlawanan rakyat dipimpin oleh Teungku Cik di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dhien.

Di Sumatera Barat muncul Perang Paderi dipimpin oleh Imam Bonjol. Perlawanan KH Hasan dari Luwu, Gerakan R. Gunawan dari Muara Tembesi Jambi, gerakan 3 haji di Dena Lombok, gerakan H Aling Kuning di Sambiliung Kalimantan Timur, gerakan muning di Banjarmasin; gerakan Rifa'iyah di Pekalongan; gerakan KH Wasit dari Cilegon; perlawanan KH. Jenal Ngarib dari Kudus; perlawanan KH Ahmad Darwis dari Kedu, perlawanan Kyai Dermojoyo dari Nganjuk; dan masih banyak lagi.

Dari perlawanan itu, sesungguhnya pihak Belanda sudah goyah kekuasaaanya. Sebagai bukti tiga perlawanan, rakyat Aceh, Sumatera Barat, dan Java Oorlog (Diponegoro) telah mengorbankan 8.000 tentara Belanda mati dan 20.000.000 gulden kas kolonial habis. Oleh karena itu, mereka kemudian mencari jalan lain, yaitu mengubah politik kolonialnya dengan pendekatan "welfere politiek" (politik kemakmuran) untuk menarik simpati rakyat jajahan.

Namun, pada kenyataannya politik itu dijalankan dengan perang kebudayaan dan ideologi. Terutama untuk memecah belah dan melemahkan potensi umat Islam Indonesia yang dianggapnya sebagai musuh utama pemerintah kolonial.

Pergerakan nasional di Indonesia

Sebelum memesuki era pergerakan nasional, pihak kolonial mencoba politik kemakmuran dan balas budi. Muncullah politik "etische" oleh Van Deventer; politik assosiasi oleh Ch. Snouck Hurgronje; dan politik De Islamisasi (Dutch Islamic Polecy) oleh Christiaan Snouck Hurgronje.

Kelihatannya politik itu humanis untuk kesejahteraan rakyat. Namun karena landasannya tetap kolonialisme, maka jadinya tetap eksploitatif dan menindas rakyat. Khusus politik De Islamisasi sangat merugikan umat Islam.

Itu karena memecah belah umat Islam jadi dua dikotomi abangan dan putihan. Membenturkan ulama dengan pemuka adat. Memperbanyak sekolah untuk mendidik anak-anak umat Islam agar terpisah dari kepercayaan pada agama Islamnya. Menindas segenap gerakan politik yang berdasarkan syariat Islam.
>Membangun masjid dan memberangkatkan haji gratis untuk meredam gerakan Islam. (Snouck Hurgronje, Islam in De Nederlansch Indie).

Akibat dari politik kolonial di atas, maka perjuangan melawan kolonial menjadi terpecah. Menurut thesis Endang Syaifuddin Anshari, perjuangan di Indonesia terpecah jadi dua kelompok besar yaitu Nasionalis Islami dan Nasionalis Sekuler. Kondisi inilah sampai sekarang masih tampak dalam dinamika perpolitikan kita.

Sebagai salah satu yang penting pelopor awal pergerakan nasional di Indonesia ialah umat Islam, yaitu pada tanggal 16 oktober 1905, lahir Sarekat Dagang Islam (SDI) (baca wawancara Tamardjaja dengan H. Samanhudi, 1955, di majalah Syiyasyah 1974), yang kemudian tahun 1912 menjadi Sarekat Islam (SI), sebagai gerakan ekonomi dan politik.

Peran umat Islam dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan

Dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), umat Islam punya peranan penting. Pertama, secara fisik umat Islam dengan Laskar Hisbullah-Sabilillah, kemudian diteruskan Asykar Perang Sabil (APS) dan laskar Islam lainnya di daerah, gigih berjuang membantu TKR (TNI) untuk mempertahankan NKRI dengan perang gerilanya melawan sekutu-NICA (Netherland Indie Civil Administration, Belanda) yang akan kembali berkuasa di Indonesia.

Secara fisik pula Laskar Hisbullah-Sabilillah yang kemudian diteruskan oleh markas ulama APS bersama pasukan TNI dari Siliwangi melawan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) 18 september 1948 (dipimpin oleh Muso dan Amir Syarifuddin), yang akan menghancurkan NKRI dan akan membentuk pemerintahan komunis Indonesia, menjadi bagian atau satelit dari commitern komunis internasional yang berpusat di Moskow, Rusia.

Pemberontakan PKI 1948 ini berjalan secara biadab, membantai para ulama dan santri, membantai kaum nasionalis, membantai pamong praja. Dapat digambarkan ada suatu gedung untuk pembantaian yang darahnya menggenang sampai satu kilan.

Dengan adanya kerjasama antara kelaskaran umat Islam, kelaskaran kaum nasionalis, dengan TNI berhasil menghancurkan kekejaman dan kebiadaban pemberontakan PKI 1948.

Setelah kemerdekaan dan adanya maklumat wakil presiden X/1946, bangsa Indonesia dipersilakan mendirikan partai politik. Dalam hal ini pada awalnya aspirasi politik umat Islam ditampung dalam satu wadah, meneruskan namanya yaitu Majelis Syurau Muslimin Indonesia (Masyumi), dalam ikrar Persatuan Umat Islam "Panca Cita".

Nah, demikian setengah perjalanan peranan Islam dan umat muslim dalam kemerdekaan republik Indonesia. Semoga kita selalu mensyukuri berkah kemerdekaan bangsa kita. Aamiin.